Naskah Drama Tentang Cinta - Sejatinya cinta adalah memberi. Mencintai berarti menyerahkan ketulusan. Sekalipun perjuangan harus digencarkan, tetap saja kerelaan akan memudahkan. Skenario naskah drama tentang cinta di bawah ini semoga bisa menjadi contoh bahwa ketulusan itu memang ada dan nyata.
Tema Drama: Cinta
Judul Drama: Aku Hanya Sayang
Pemeran: 4 Orang
Karakter/Penokohan:
SINOPSIS DRAMA PERCINTAAN
Lebih dari setahun Adelin diam-diam menyukai Genta, kakak kelasnya. Tapi kemungkinan untuk berpacaran sangat kecil, karena Genta sangat familiar di sekolah. Banyak gadis yang menjadi saingan di sekolahnya, meskipun Adelin dan Genta sudah saling akrab, karena sama-sama tergabung dalam ekstra olahraga. Apalagi, Genta sepertinya juga masih belum putus dengan pacarnya, Elsa. Akankah Adelin benar-benar kehilangan harapan untuk meneruskan rasa sayangnya untuk Genta?
CONTOH DIALOG DRAMA TENTANG PERCINTAAN
Genta sedang memperhatikan Adelin berlatih basket dari bangku di pinggir lapangan, meskipun teman-teman yang lain sudah pulang duluan.
Genta : “Del, jangan pura-pura payah gitu. Aku yakin kamu pasti punya kemampuan lebih dari itu.”
Adelin : “Aku mengerti.”
Adelin men-drible¬bola basketnya lebih bersemangat. Tiba-tiba dengan gerakan cepat, Genta sudah ada di hadapan Adelin dan berusaha merebut bola dari Adelin. Berulang kali keduanya bersentuhan lengan. Membuat konsentrasi Adelin pecah.
Genta : “Payah kamu ah.”
Genta memukul bahu Adelin pelan.
Adelin tersipu, kemudian berlari keluar lapangan. Mengambil sebotol air minum dari dalam tasnya. Sebelum meminumnya, ia menyodorkannya terlebih dahulu ke arah Genta.
Genta : “Oke, kita istirahat bentar.”
Adelin mengangguk kemudian mengekor Genta.
Keduanya kemudian duduk di luar lapangan sambil minum.
Genta : “Del, kamu itu cewek, ngapain ikutan ekstra basket sih. Kenapa nggak ikutan Cheers aja?”
Adelin diam. Ia ingat, Elsa, pacar Genta adalah kapten Cheers di sekolahnya.
Genta : “Del...”
Adelin : “Eh anu...kak... yaa aku suka basket aja. Beberapa saudaraku juga main basket.”
Genta : “Oh begitu?”
Adelin : “Kak Genta suka cewek yang masuk ekstra cheers ya?”
Genta : “Ah nggak juga. Sama aja sih. Tapi anak cheers cantik-cantik sih. Hahaha.”
Adelin : “Hahaha”
Adelin memaksakan senyumnya.
Genta : “Eh aku baru ingat, aku bisa minta tolong kamu nggak?”
Adelin : “Iya? Minta bantuan apa?”
Genta : “Besok pulang sekolah anterin aku ke mall. Bingung mau hadiahin apa buat ultah Elsa minggu depan.”
Adelin termenung sebentar. Ia berpikir, sepertinya hubungan Genta dan Elsa baik-baik saja.
Adelin : “Siap kak.”
Adelin mengangkat tangannya di dahi dan mengekspresikan hormat.
Keesokan siangnya. Adelin sudah duduk di bangku dekat lapangan basket sepulang sekolahnya. Sesuai perjanjian, siang ini Adelin akan menemani Genta mencari hadiah untuk Elsa.
Jam demi jam berlalu. Hingga tak ada lagi teman-teman yang berlatih basket. Matahari pun makin menyengat, karena bangku rindang yang ia duduki sedari tadi sudah tersinari matahari terik.
Adelin : “Kapan kak Genta akan datang?” Ucapnya pada diri sendiri.
Sampai senja tiba, Genta benar-benar tidak datang. Pesan yang ia kirimkan untuk Genta dari tadi tidak dibalas, bahkan laki-laki itu juga tidak mengangkat teleponnya. Akhirnya Adelin memilih untuk pulang.
Sementara itu, Genta baru akan keluar kafe dengan Elsa ketika ia tiba-tiba ingat punya janji dengan Adelin. Buru-buru ia membuka handphone, dan didapatinya Adelin memanggil serta mengiriminya pesan singkat.
Sepulang mengantar Elsa, Genta segera melajukan motornya ke sekolah. Tapi Adelin sudah tidak ada lagi di sana. Lagipula, ia benar-benar terlambat sekarang. Bila dihitung dari jam janji, Genta sudah terlambat 5 jam lebih. Ia kemudian menelepon Adelin.
Genta : “Hallo...”
Adelin : “Hallo kak, Kak Genta di mana?”
Genta : “Duh Del, aku minta maaf banget. Aku lupa ada janji sama kamu. Soalnya Elsa juga ngajakin jalan. Maaf banget Del.”
Adelin : “...Oh... jadi... begitu... Iya... kak...”
Genta : “Kamu nggak marah kan?”
Adelin : “...”
Genta : “Oke oke begini saja. Besok aku janji nggak akan lupa lagi. Kita masih bisa pergi kan?”
Adelin : “Ehm iya kak, besok aku datang.”
Genta : “Makasih Del.”
Adelin menutup teleponnya, dan termenung sebentar. Nama Elsa terngiang di telinganya. Ia merasa sangat pantas untuk mengasihani dirinya sendiri. Cinta secara diam-diam. Penuh perjuangan. Tapi ketika mengingat nama Genta, rasa penyesalannya seketika sirna. Ia berbisik pada dirinya sendiri.
Adelin : “Karena aku sayang kak Genta.”
Siang yang ditunggu-tunggu Adelin akhirnya datang. Ia berjalan dengan tenang ke bangku tempat ia menunggu Genta kemarin. Ternyata, Genta sudah menunggunnya. Ia segera bergegas.
Adelin : “Kita berangkat sekarang kak?”
Genta : “Oke. Aku cabut dulu guys...”
Genta berteriak pada teman-temannya di lapangan basket.
Adelin dan Genta memilih-milih hadiah. Sampai Adelin menemukan sebuah syal amat cantik berwarna peach. Genta menyetujuinya, ia berpikir, Elsa pasti juga akan suka dengan pilihan Adelin.
Dalam perjalanan pulang, Genta membelokkan motornya ke kedai es krim.
Genta : “Makasih Del, dan maaf buat kemaren.”
Adelin : “Asal jangan diulangi saja kak. Eh tapi, kayaknya udah ketebus deh, ama es krim ini.”
Genta : “Hahaha bisa-bisa aja kamu. Beres dah.”
Adelin : “Oiya, aku punya sesuatu buat kak Genta?”
Genta : “Eh apa?”
Adelin merogoh sesuatu dalam tasnya. Sebuah kotak kado kecil sebesar kepalan tangan ia serahkan pada Genta.
Genta : “Aku boleh buka sekarang?”
Adelin : “Silakan.”
Genta membuka pelan, dan mendapati sebuah replika piala emas untuk pemain basket.
Adelin : “Semoga kak Genta tetap menjadi juara kebanggaan tim basket sekolah kita.”
Genta : “Hahaha makasih Del... semoga harapanmu terkabul. Amin.”
Adelin : “Amin.”
Hari demi hari berlalu. Adelin dan Genta makin sering menghabiskan waktu bersama. Adelin selalu siap saat Genta butuh bantuan. Gadis itu akan segera meluncur begitu Genta mengirim SMS padanya. Seperti siang ini. Adelin sudah duduk manis di bangku dekat lapangan basket begitu bel pulang sekolah berbunyi, karena Genta yang memintanya.
Adelin : “Apa yang ingin disampaikan kak Genta? Dari nada suaranya di telepon tadi, sepertinya penting sekali.”
Menit berganti jam. Rasanya matahari bergulir begitu cepat. Adelin masih menunggu, sampai-sampai ia ketiduran. Ia terbangun kaget ketika sebuah dering keras terdengar. Ia tidak tahu bunyi apa itu. Ketika ia bangun, tahu-tahu bunyi itu sudah tidak ada lagi. Ia membuka matanya dan mendapati suasana berubah menjadi gelap.
Adelin : “Jam berapa sekarang?”
Adelin mengecek jam tangannya, dan jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Ia kemudian menolehkan wajahnya ke kanan, kiri, depan, dan belakangnya. Tidak ada orang.
Adelin : “Jangan-jangan karena ketiduran, kak Genta tidak bisa melihatku. Aduh bisa gawat ini.”
Sementara itu, Genta bahkan lupa lagi dengan janjinya sendiri. Ia justru datang ke rumah Elsa tepat pukul 17.00, ingin memberikan kejutan pada pacarnya. Tapi ketika ia sampai, Elsa tidak ada di rumah. Kata mamanya, Elsa sedang pergi dengan seorang temannya. Genta pun beranjak pergi dengan lemas.
Dalam perjalanan pulang, ia mendapati Elsa sedang berada di dalam kafe. Genta bisa melihatnya dari luar kafe, karena gadis itu duduk tepat di samping kaca. Elsa bahkan sedang disuapi seorang laki-laki yang tidak asing baginya. Bastian, teman satu tim Genta di ekstra basket. Buru-buru Genta menelponnya.
Genta : “Halo...”
Elsa : “Eh Halo sayang. Ada apa?”
Genta : “Kamu di mana?”
Elsa : “Aku di rumah. Kamu di mana?”
Genta : “Aku juga di rumah. Selamat ulang tahun ya.”
Elsa : “Makasih sayang.”
Genta menutup telepon. Ia melihat Elsa mengangkat teleponnya dari dalam kafe. Bisa-bisanya gadis itu berbohong. Dalam hati yang amat dongkol, ia melajukan motornya kencang-kencang. Dalam perjalanannya ia berhenti mendadak, lalu memutar haluan menuju sekolahnya.
Genta : “Sial. Adelin pasti masih nunggu.”
Sampai di sekolah, lapangan basket sudah gelap gulita. Sepertinya Adelin sudah pulang. Genta kemudian menelponnya. Tapi ternyata, ia mendengar bunyi telepon yang ia ingat itu adalah handphone milik Adelin. Itu artinya Adelin masih di sini.
Genta terkejut ketika, tubuh Adelin bangkit dan saat itu pula gadis itu tak sengaja memencet handphone-nya. Sehingga dengan jelas Genta bisa mendengar suara Adelin.
Adelin : “Jam berapa sekarang?”
Adelin : “Jangan-jangan karena ketiduran, kak Genta tidak bisa melihatku. Aduh bisa gawat ini.”
Genta buru-buru mendatanginya dan memeluk tubuh Adelin cepat. Tubuh gadis itu terasa amat dingin dalam pelukannya. Mungkin karena terlalu lama di sini. Sementara itu, Adelin diam kebingungan.
Adelin : “Kak...Genta tidak bisa melihatku ya? Aku minta maaf karena ketiduran.”
Adelin berkata setengah ngantuk. Ia bahkan belum sadar betul bahwa dirinya sedang dipeluk.
Genta : “Enggak. Aku nggak bisa melihatmu hanya karena aku nggak memperhatikanmu dengan benar. Aku yang seharusnya minta maaf.”
Genta mempererat pelukannya, tapi Adelin justru ketiduran lagi.
Genta : “Kamu seharusnya pulang Del. Kenapa kamu harus menungguku?”
Genta : “Hei Del... bangun! Kamu seharusnya pulang Del. Kenapa kamu harus menungguku?”
Adelin : “Aku hanya sayang... kak Genta...”
Adelin mengucapnya setengah sadar. Genta terus memeluknya, hingga membuat Adelin benar-benar terbangun.
Adelin : “Kenapa kakak memelukku?”
Gadis itu melepasnya pelukannya cepat, tapi Genta menarik lengan Adelin dan membuat gadis itu jatuh ke pelukannya lagi.
Genta : “Aku sudah memelukmu dari tadi, kenapa kau baru sadar? Dasar bodoh.”
Adelin masih bingung apa yang sedang terjadi. Tapi lebih baik ia tak banyak tanya dulu. Tubuhnya terlalu lelah.
Hanya sayang. Kata ‘hanya’ bukanlah sebuah hal kecil bila diikuti kata sayang. Justru dengan kata ‘hanya’ itu, ketulusanmu benar-benar nampak. Makasih Adelin. Ujar Genta dalam hati, masih memeluk Adelin erat.
Tema Drama: Cinta
Judul Drama: Aku Hanya Sayang
Pemeran: 4 Orang
Karakter/Penokohan:
- Adelin
- Genta
- Elsa
- Bastian
SINOPSIS DRAMA PERCINTAAN
CONTOH DIALOG DRAMA TENTANG PERCINTAAN
Genta : “Del, jangan pura-pura payah gitu. Aku yakin kamu pasti punya kemampuan lebih dari itu.”
Adelin : “Aku mengerti.”
Adelin men-drible¬bola basketnya lebih bersemangat. Tiba-tiba dengan gerakan cepat, Genta sudah ada di hadapan Adelin dan berusaha merebut bola dari Adelin. Berulang kali keduanya bersentuhan lengan. Membuat konsentrasi Adelin pecah.
Genta : “Payah kamu ah.”
Genta memukul bahu Adelin pelan.
Adelin tersipu, kemudian berlari keluar lapangan. Mengambil sebotol air minum dari dalam tasnya. Sebelum meminumnya, ia menyodorkannya terlebih dahulu ke arah Genta.
Genta : “Oke, kita istirahat bentar.”
Adelin mengangguk kemudian mengekor Genta.
Keduanya kemudian duduk di luar lapangan sambil minum.
Genta : “Del, kamu itu cewek, ngapain ikutan ekstra basket sih. Kenapa nggak ikutan Cheers aja?”
Adelin diam. Ia ingat, Elsa, pacar Genta adalah kapten Cheers di sekolahnya.
Genta : “Del...”
Adelin : “Eh anu...kak... yaa aku suka basket aja. Beberapa saudaraku juga main basket.”
Genta : “Oh begitu?”
Adelin : “Kak Genta suka cewek yang masuk ekstra cheers ya?”
Genta : “Ah nggak juga. Sama aja sih. Tapi anak cheers cantik-cantik sih. Hahaha.”
Adelin : “Hahaha”
Adelin memaksakan senyumnya.
Genta : “Eh aku baru ingat, aku bisa minta tolong kamu nggak?”
Adelin : “Iya? Minta bantuan apa?”
Genta : “Besok pulang sekolah anterin aku ke mall. Bingung mau hadiahin apa buat ultah Elsa minggu depan.”
Adelin termenung sebentar. Ia berpikir, sepertinya hubungan Genta dan Elsa baik-baik saja.
Adelin : “Siap kak.”
Adelin mengangkat tangannya di dahi dan mengekspresikan hormat.
Keesokan siangnya. Adelin sudah duduk di bangku dekat lapangan basket sepulang sekolahnya. Sesuai perjanjian, siang ini Adelin akan menemani Genta mencari hadiah untuk Elsa.
Jam demi jam berlalu. Hingga tak ada lagi teman-teman yang berlatih basket. Matahari pun makin menyengat, karena bangku rindang yang ia duduki sedari tadi sudah tersinari matahari terik.
Adelin : “Kapan kak Genta akan datang?” Ucapnya pada diri sendiri.
Sampai senja tiba, Genta benar-benar tidak datang. Pesan yang ia kirimkan untuk Genta dari tadi tidak dibalas, bahkan laki-laki itu juga tidak mengangkat teleponnya. Akhirnya Adelin memilih untuk pulang.
Sementara itu, Genta baru akan keluar kafe dengan Elsa ketika ia tiba-tiba ingat punya janji dengan Adelin. Buru-buru ia membuka handphone, dan didapatinya Adelin memanggil serta mengiriminya pesan singkat.
Sepulang mengantar Elsa, Genta segera melajukan motornya ke sekolah. Tapi Adelin sudah tidak ada lagi di sana. Lagipula, ia benar-benar terlambat sekarang. Bila dihitung dari jam janji, Genta sudah terlambat 5 jam lebih. Ia kemudian menelepon Adelin.
Genta : “Hallo...”
Adelin : “Hallo kak, Kak Genta di mana?”
Genta : “Duh Del, aku minta maaf banget. Aku lupa ada janji sama kamu. Soalnya Elsa juga ngajakin jalan. Maaf banget Del.”
Adelin : “...Oh... jadi... begitu... Iya... kak...”
Genta : “Kamu nggak marah kan?”
Adelin : “...”
Genta : “Oke oke begini saja. Besok aku janji nggak akan lupa lagi. Kita masih bisa pergi kan?”
Adelin : “Ehm iya kak, besok aku datang.”
Genta : “Makasih Del.”
Adelin menutup teleponnya, dan termenung sebentar. Nama Elsa terngiang di telinganya. Ia merasa sangat pantas untuk mengasihani dirinya sendiri. Cinta secara diam-diam. Penuh perjuangan. Tapi ketika mengingat nama Genta, rasa penyesalannya seketika sirna. Ia berbisik pada dirinya sendiri.
Adelin : “Karena aku sayang kak Genta.”
Siang yang ditunggu-tunggu Adelin akhirnya datang. Ia berjalan dengan tenang ke bangku tempat ia menunggu Genta kemarin. Ternyata, Genta sudah menunggunnya. Ia segera bergegas.
Adelin : “Kita berangkat sekarang kak?”
Genta : “Oke. Aku cabut dulu guys...”
Genta berteriak pada teman-temannya di lapangan basket.
Adelin dan Genta memilih-milih hadiah. Sampai Adelin menemukan sebuah syal amat cantik berwarna peach. Genta menyetujuinya, ia berpikir, Elsa pasti juga akan suka dengan pilihan Adelin.
Dalam perjalanan pulang, Genta membelokkan motornya ke kedai es krim.
Genta : “Makasih Del, dan maaf buat kemaren.”
Adelin : “Asal jangan diulangi saja kak. Eh tapi, kayaknya udah ketebus deh, ama es krim ini.”
Genta : “Hahaha bisa-bisa aja kamu. Beres dah.”
Adelin : “Oiya, aku punya sesuatu buat kak Genta?”
Genta : “Eh apa?”
Adelin merogoh sesuatu dalam tasnya. Sebuah kotak kado kecil sebesar kepalan tangan ia serahkan pada Genta.
Genta : “Aku boleh buka sekarang?”
Adelin : “Silakan.”
Genta membuka pelan, dan mendapati sebuah replika piala emas untuk pemain basket.
Adelin : “Semoga kak Genta tetap menjadi juara kebanggaan tim basket sekolah kita.”
Genta : “Hahaha makasih Del... semoga harapanmu terkabul. Amin.”
Adelin : “Amin.”
Hari demi hari berlalu. Adelin dan Genta makin sering menghabiskan waktu bersama. Adelin selalu siap saat Genta butuh bantuan. Gadis itu akan segera meluncur begitu Genta mengirim SMS padanya. Seperti siang ini. Adelin sudah duduk manis di bangku dekat lapangan basket begitu bel pulang sekolah berbunyi, karena Genta yang memintanya.
Adelin : “Apa yang ingin disampaikan kak Genta? Dari nada suaranya di telepon tadi, sepertinya penting sekali.”
Menit berganti jam. Rasanya matahari bergulir begitu cepat. Adelin masih menunggu, sampai-sampai ia ketiduran. Ia terbangun kaget ketika sebuah dering keras terdengar. Ia tidak tahu bunyi apa itu. Ketika ia bangun, tahu-tahu bunyi itu sudah tidak ada lagi. Ia membuka matanya dan mendapati suasana berubah menjadi gelap.
Adelin : “Jam berapa sekarang?”
Adelin mengecek jam tangannya, dan jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Ia kemudian menolehkan wajahnya ke kanan, kiri, depan, dan belakangnya. Tidak ada orang.
Adelin : “Jangan-jangan karena ketiduran, kak Genta tidak bisa melihatku. Aduh bisa gawat ini.”
Sementara itu, Genta bahkan lupa lagi dengan janjinya sendiri. Ia justru datang ke rumah Elsa tepat pukul 17.00, ingin memberikan kejutan pada pacarnya. Tapi ketika ia sampai, Elsa tidak ada di rumah. Kata mamanya, Elsa sedang pergi dengan seorang temannya. Genta pun beranjak pergi dengan lemas.
Dalam perjalanan pulang, ia mendapati Elsa sedang berada di dalam kafe. Genta bisa melihatnya dari luar kafe, karena gadis itu duduk tepat di samping kaca. Elsa bahkan sedang disuapi seorang laki-laki yang tidak asing baginya. Bastian, teman satu tim Genta di ekstra basket. Buru-buru Genta menelponnya.
Genta : “Halo...”
Elsa : “Eh Halo sayang. Ada apa?”
Genta : “Kamu di mana?”
Elsa : “Aku di rumah. Kamu di mana?”
Genta : “Aku juga di rumah. Selamat ulang tahun ya.”
Elsa : “Makasih sayang.”
Genta menutup telepon. Ia melihat Elsa mengangkat teleponnya dari dalam kafe. Bisa-bisanya gadis itu berbohong. Dalam hati yang amat dongkol, ia melajukan motornya kencang-kencang. Dalam perjalanannya ia berhenti mendadak, lalu memutar haluan menuju sekolahnya.
Genta : “Sial. Adelin pasti masih nunggu.”
Sampai di sekolah, lapangan basket sudah gelap gulita. Sepertinya Adelin sudah pulang. Genta kemudian menelponnya. Tapi ternyata, ia mendengar bunyi telepon yang ia ingat itu adalah handphone milik Adelin. Itu artinya Adelin masih di sini.
Genta terkejut ketika, tubuh Adelin bangkit dan saat itu pula gadis itu tak sengaja memencet handphone-nya. Sehingga dengan jelas Genta bisa mendengar suara Adelin.
Adelin : “Jam berapa sekarang?”
Adelin : “Jangan-jangan karena ketiduran, kak Genta tidak bisa melihatku. Aduh bisa gawat ini.”
Genta buru-buru mendatanginya dan memeluk tubuh Adelin cepat. Tubuh gadis itu terasa amat dingin dalam pelukannya. Mungkin karena terlalu lama di sini. Sementara itu, Adelin diam kebingungan.
Adelin : “Kak...Genta tidak bisa melihatku ya? Aku minta maaf karena ketiduran.”
Adelin berkata setengah ngantuk. Ia bahkan belum sadar betul bahwa dirinya sedang dipeluk.
Genta : “Enggak. Aku nggak bisa melihatmu hanya karena aku nggak memperhatikanmu dengan benar. Aku yang seharusnya minta maaf.”
Genta mempererat pelukannya, tapi Adelin justru ketiduran lagi.
Genta : “Kamu seharusnya pulang Del. Kenapa kamu harus menungguku?”
Genta : “Hei Del... bangun! Kamu seharusnya pulang Del. Kenapa kamu harus menungguku?”
Adelin : “Aku hanya sayang... kak Genta...”
Adelin mengucapnya setengah sadar. Genta terus memeluknya, hingga membuat Adelin benar-benar terbangun.
Adelin : “Kenapa kakak memelukku?”
Gadis itu melepasnya pelukannya cepat, tapi Genta menarik lengan Adelin dan membuat gadis itu jatuh ke pelukannya lagi.
Genta : “Aku sudah memelukmu dari tadi, kenapa kau baru sadar? Dasar bodoh.”
Adelin masih bingung apa yang sedang terjadi. Tapi lebih baik ia tak banyak tanya dulu. Tubuhnya terlalu lelah.
Hanya sayang. Kata ‘hanya’ bukanlah sebuah hal kecil bila diikuti kata sayang. Justru dengan kata ‘hanya’ itu, ketulusanmu benar-benar nampak. Makasih Adelin. Ujar Genta dalam hati, masih memeluk Adelin erat.
0 Response to "Contoh Teks Drama Tentang Cinta 'Aku Hanya Sayang'"
Posting Komentar