Contoh Naskah Drama Tentang Kehidupan Untuk 3 Orang

Naskah Drama Tentang Kehidupan3 Orang Pemeran - Segala sesuatu akan nampak lebih berharga ketika sesuatu itu telah tiada. Hari-hari yang nampak biasa menjadi hari yang amat dirindukan. Kenangan-kenangan baik maupun buruk menjadi teringat sepanjang waktu. Apalagi jika sesuatu yang tiada tersebut adalah orang terdekat yang kita sayangi. Naskah drama berikut ini merupakan contoh naskah drama tentang kehidupan, yang barangkali dapat kita petik hikmahnya.

Tema: Kehidupan

Judul: Hargai Sebelum Kehilangan

Pemeran:

1. Aleya
2. Cecilia
3. Bu Evi

SINOPSIS DRAMA

Aleya tidak menyangka jika ayah yang selalu berada di sampingnya tiba-tiba dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Hari-hari Aleya yang semula manja menjadi lebih dewasa dan menghargai orang lain di sekitarnya. Ia menyesal karena tidak banyak menghabiskan waktu bersama ayahnya. Aleya tidak mau jika Cecilia, sahabat terdekatnya bernasib sama dengan dirinya, karena penyesalan-penyesalan selalu datang belakangan.

DIALOG PERCAKAPAN

Aleya dan Cecilia berada di kamar Aleya sing itu. Cecilia bercerita tentang ibunya Bu Evi yang kerap kali uring-uringan karena Cecilia sering pulang kemalaman.

Cecilia : “Gue kan pulang malam bukan karena kegiatan negatif di sekolah Al. Loe tahu sendiri, gue sekretaris OSIS. Banyak yang dikerjain. Lagipula gue juga naik motor, resikonya lebih kecil daripada naik angkot.”

Curgatan Cecilia lebih terdengar marah-marah.
Aleya : “Yaudeh, anggep aja itu perhatian nyokap loe buat anak ceweknya.”
Cecilia : “Paling nggak kan tanya dulu kek, atau dengerin penjelasan gue dulu kek. Mama maen serobot aja, kan bikin BT. Loe mah enak Al, nyokap bokap loe dulu nggak pernah cerewet kayak mama.”
Aleya : “Kata siapa nggak pernah? Mama nggak pernah segan-segan buat nge-hukum gue.”
Cecilia : “Masa sih Al? Kok loe nggak pernah cerita?”
Aleya : “Ngapain? Gue udah biasa Cil. Dulu waktu bokap masih ada, juga sering ngingetin gue.”
Cecilia : “Masa sih?”
Aleya : “Masa-masa melulu, kalo nggak percaya, waktu gue pulang malem, loe ikut gue pulang, biar tahu betapa cerewetnya nyokap gue.”
Cecilia : “Ih ogah. Kok loe kuat sih Al, mana nggak pernah curhat juga sama gue.”
Aleya : “Kan loe tahu sendiri, gue anaknya cuek. Nggak pedulian. Saking nggak peduliannya, aku bahkan selalu lupa apa yang dinasehatin papa barusan kayak apa. Tapi karena gitu doang, tiap keinget papa lagi, gue nyesel banget Cil.”
Cecilia : “Nyesel kenapa?”

Aleya menatap foto papanya yang terpajang di dinding kamarnya dengan pandangan menerawang.

Aleya : “Gue nyesel bukan karena gue pulang malem. Gue nyesel karena terlalu tidak peduli dengan papa. Waktu beliau kasih nasehat, gue malah asyik main HP. Itu berarti, aku sudah membuang waktu untuk mendengar suara dan menatap papa.”

Mata Aleya tiba-tiba nanar.

Aleya : “Gue terlalu banyak menghabiskan waktu di luar daripada bercengkerama sama papa. Dan sekarang, untuk sekedar mendengar suaranya pun gue udah nggak bisa.”

Kali ini Cecilia yang menenangkan Aleya dengan memeluknya.

Aleya : “Cil, keniscayaan akan kematian itu benar-benar ada. Tidak dapat dipungkiri kita semua juga tentu harus mempercayainya. Cepat atau lambat, hal itu pasti terjadi. Bukankah kita sudah harus siap menghadapinya? Tapi kenyataannya itu amat sulit dijalani Cil. Kepergian papa begitu mendadak bagi gue. Gue pesen sama loe, kehilangan itu pasti terjadi, tapi jangan sampai ada penyesalan setelahnya. Nikmati setiap waktu yang loe punya sama nyokap bokap loe.

Cecilia mengangguk pelan.
Aleya : “Kalo loe mendapat nilai ujian baik, loe bisa bilang bokap loe. Atau saat loe punya kegiatan OSIS yang menyenangkan, loe bisa cerita. Nah gue? Bahkan untuk bilang ‘Pa, gue bahagian hari ini’ aja nggak bisa.”
Cecilia : “Gue ngerti Al. Sorry ya, bikin loe jadi nangis. Baru kali ini gue lihat loe curhat sampe nangis gini. Thanks juga atas pencerahannya. Gue bakal redam amarah gue yang sepele ini. Setidaknya gue harus nikmatin suara dan wajah mama. Karena seperti yang loe bilang, keniscayaan akan kematian itu cepat atau lambat akan datang.”

Sepulang dari rumah Aleya, Cecilia banyak merenung.Ia tak mau menyesal seperti Aleya menyesali dirinya sendiri. Sore ini, ia berencana akan mengajak mamanya makan malam di luar.

Malam harinya, Cecilia dan mamanya, Bu Evi sudah berada di sebuah rumah makan yang lumayan besar.
Bu Evi : “Tumben Cil ngajakin mama makan di luar?”
Cecilia : “Ya... sekali-kali deh ma, makan di luar, biar beda. Masa makan di rumah melulu.”
Bu Evi : “Jangan-jangan ini mama yang disuruh bayarin?”
Cecilia : “Tenang aja ma, Cecil udah minta uang jajan lebih sama papa. Cecil bilang mau makan di luar sama mama. Hehehe.”
Bu Evi : “Oh dasar kamu.”

Bersamaan dengan itu, makanan yang dipesan Cecil pun datang.
Cecilia : “Ma, Cecil sering pulang malam tu bukan jalan-jalan sama temen. Tapi ada kegiatan OSIS di sekolah.”
Bu Evi : “Tapi kok malem Cil? Mama tahu anak mama nggak mungkin macam-macam di luar. Tapi mama khawatir kalau-kalau waktu kamu pulang malem sendirian ada apa-apa di jalan.”
Cecilia : “Mama tenang aja, kalau Cecil pulangnya malem, pasti ada temen yang ngantar Cecil.”
Bu Evi : “Lho memangnya setiap hari kamu dianter? Sama siapa? Pacar? Wah diam-diam anak mama sudah punya pacar ya.”
Cecilia : “Temen ma, bukan pacar.”
Bu Evi : “Tapi Cil, dulu mama pacaran sama papamu juga mulai SMA.”
Cecilia : “Masa sih ma? Berarti satu sekolahan dong?”
Bu Evi : “Iya. Papa kamu ketua OSIS, mama jadi sekretarisnya. Jadi sering berangkat dan pulang bareng.”
Cecilia : “Ih so sweet mama nostalgia.”
Bu Evi : “Tapi mama nggak sering pulang malam kayak kamu.”
Cecilia : “Iya...iya... besok-besok diusahakan pulang agak sore.”
Bu Evi : “Nah gitu dong. Yang di rumah kan jadi nggak begitu khawatir. Oiya sekali-sekali juga ajak pacarnya mampir ke rumah. Mama pengen tahu.”
Cecilia : “Mama...! itu cuman temen ma, bukan pacar Cecil.”
Bu Evi : “Iya...ia... anak mama nggak perlu malu-malu sampai pipinya kemerahan begitu.”
Cecilia : “Ah mama...!”

Sebelum tidur, Cecilia menelepon Aleya.

Cecilia : “Hallo...”
Aleya : “Hallo Cil, ada apa?”
Cecilia : “Hari ini gue makan malam sama nyokap Al. Berkat saran loe, nggak tahu kenapa gue jadi bahagia banget bisa dengerin mama cerita-cerita sambil ketawa-ketiwi.”
Aleya : “Syukurlah, gue juga ikut seneng dengernya.”

Kehilangan itu memang menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan lagi jika penyesalan datang setelah kehilangan. Semoga kita bisa menjadi orang-orang yang dapat menghargai apapun tentang orang lain. Karena sejatinya kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain.

0 Response to "Contoh Naskah Drama Tentang Kehidupan Untuk 3 Orang"

Posting Komentar